Find us Here

Arnold Josept Toybee: a British historian, Philosopher of History

1). Biografi Singkat
Arnold Joseph Toynbee dilahirkan di kota London pada tanggal 14 April 1889 M, ketika masa remaja ia belajar di Balliot College di Oxford, kemudian ia menempuh pendidikan lanjutan di British Archeological School, Ia memulai karir sebagai pengajar di Balliol pada tahun 1912, dan kemudian menjadi pengajar di King’s College London kemudian sebagai Profesor sejarah Modern Yunani dan Binzantium, menjadi Profesor sejarah internasional di Universitas London pada 1925-1946, serta pada London School Economics dan di Royal Institute of International Affairs (RIIA) di Chatam House. Kemudian ia menjadi pemimpin dari RIIA pada tahun 1925-1955. Dia bekerja pada departemen Ilmu Pengetahuan di Departemen Luar Negeri Inggris dan pada saat perang dunia pertama berlangsung dan kemudian menjadi delegasi pada Paris Peace Conference pada tahun 1919 dan pada 1946 menjadi delegasi untuk acara yang sama. Bersama dengan asisten penelitinya, Veronica M. Boulter, yang kemudian nantinya menjadi istri keduanya, dia menjadi co-editor Survey of International Affairs yang diadakan RIIA. Pada saat perang dunia kedua, dia kembali bekerja di Departemen luar negeri dan menjadi pembicara pada seminar tentang perdamaian. Arnold Toynbee meninggal pada 22 Oktober 1975.

Teorinya yang terkenal adalah teori Challenge and Response, ia mencoba meneruskan hukum kebudayaan, yang pada hakikatnya juga hukum sejarah. Metode dialektik Toynbee juga disebut dengan logika gerak dan pertentangan. Lebih khusus teori filsafat sejarah Toynbee berdasarkan spekulasi-spekulasi siklus, bahwa gerak sejarah katanya melingkar, teori ini berdasarkan pendapat bahwa sejarah dapat dibagi menurut sejarah sejumlah lingkungan kebudayaan atau peradaban. Semua kebudayaan dan peradaban melintasi suatu lingkaran, yaitu muncul, berkembang dan mundur. Teori ini sesuai dengan teori siklus (melingkar) yang dikemukakan oswald spengler.

2).Teori Filsafat Sejarah Arnold Toynbee
Dalam bukunya A Study of History tersebut Arnold Toynbee menelaah sebanyak 21 peradaban serta alasan mengapa mereka terbentuk dan runtuh sepanjang sejarah manusia. Sebuah kesimpulan pun ia dapatkan, yakni bahwa bangkitnya sebuah peradaban merupakan sebuah keberhasilan dari peradaban itu dalam merespon tantangan-tantangan yang mereka hadapi dibawah kepemimpinan segelintir kecil orang-orang kreatif yang pada akhirnya membentuk sebuah kelompok elit. Dan runtuhnya sebuah peradaban adalah saat dimana sekelompok pemimpin tersebut berhenti memberikan respon-respon kreatif, lalu peradaban tersebut tenggelam karena dosa-dosa dari nasionalisme, militerisme dan sebuah rezim tirani. Toynbee, layaknya pendahulu-pendahulunya Brooks Adams dan Oswald Sprengler, berargumen bahwa serajah berkembang dalam pola yang siklus. Juga seperti mereka, ia bersikeras bahwa sejarah seharusnya dipelajari dari sudut pandang “peradaban” dan bukanlah “bangsa-bangsa”, karena peradaban merupakan unit terkecil yang dapat dimengerti dengan jelas dalam menjelaskan perubahan historis.

A.Toynbee mencoba mensistematisir awal mula atau bagaimana pertumbuhan sebuah peradaban, kapan peradaban itu muncul dan bagaimana kehancuran suatu peradaban. Peradaban baginya muncul ketika manusia mampu menjawab tantangan lingkungan fisik yang keras kemudian mampu menjawab pula tantangan lingkungan sosial. Dalam pengertian tersebut, pertumbuhan terjadi tidak hanya ketika tantangan itu berhasil di atasi, tetapi juga karena mampu menjawab lagi tantangan berikutnya. Parameter pertumbuhan yang dimaksud di sini tidak diukur dari kemampuan manusia mengendalikan lingkungan fisik (misalnya melalui teknologi) atau pengendalian lingkungan sosial (misalnya lewat penaklukan), tetapi diukur dari segi peningkatan kekuatan yang berasal dari dalam diri manusia, yakni semangat yang kuat (self determination). Parameter pertumbuhan dengan menggunakan beberapa kriteria tersebut dimaksudkan agar rintangan-rintangan eksternal tersebut dapat diatasi.

Dalam arti ini, kekuatan yang mendorong pertumbuhan itu, menurut pemikiran Toynbee, pada dasarnya bersifat internal dan spiritual, Toynbee bertanya bahwa mengapa peradaban itu bisa muncul. Pertanyaan besar inilah yang dapat kita simak mengawali pemikirannya tentang munculnya peradaban. Menyimak apa yang dipaparkan oleh Toynbee tentang munculnya sebuah peradaban, ternyata bukan faktor gen dalam ras dan kondisi fisik yang menjadi alasan utamanya. Mengapa demikian, oleh karena apa yang disebut sebagai ras yang superior dan faktor lingkungan fisik pada dasarnya tidak mampu menciptakan peradaban dalam dirinya sendiri.

Bagi Arnold Toynbee peradaban muncul oleh karena adanya dua faktor: pertama, minoritas kreatif dan kedua kondisi lingkungan. Menurut pemahaman Toynbee, mekanisme kelahiran dan dinamika kelangsungan hidup suatu budaya dikonsep (diatur) dalam term tantangan dan tanggapan (challenge and response). Baginya, lingkungan (alamiah dan sosial) senantiasa menantang masyarakat dan masyarakat melalui kekuatan minoritas kreatif menentukan cara menanggapi tantangan itu. Selanjutnya, segera setelah itu tantangan tersebut ditanggapi, muncullah tantangan baru dan diikuti oleh tanggapan berikutnya. berpengaruh bagi sebuah peradaban jika kaum minoritas kreatif (creative minorities) merupakan sekelompok manusia atau bahkan individu yang oleh Toynbee, memiliki apa yang disebut dengan “self determination”, sebuah kelompok yang memiliki kemampuan untuk menentukan apa yang hendak dilakukan secara tepat dan semangat yang kuat. 

Peradaban muncul sebagai tanggapan atas tantangan sebagaimana yang telah dijelaskan dengan sangat baik oleh A Toynbee. Dengan kata lain, peradaban hanya tercipta karena mengatasi tantangan dan rintangan. Bagi Toynbee dengan mengatasi tantangan seperti ini, pertumbuhan itu pun dengan sendirinya akan terjadi. Pertumbuhan dan perkembangan suatu kebudayaan digerakkan oleh sebagian kecil dari pemilik kebudayaan itu. Dalam poin inilah, creative minorities (kaum minoritas kreatif) menciptakan kebudayaan dan massa yang lain (kaum mayoritas) mengadakan mimesis (meniru). Dengan demikian, pertumbuhan peradaban bergantung pada perilaku minoritas kreatif, sehingga pertumbuhan peradaban bergantung pada perilaku kelompok tersebut. Oleh karena seluruh tindakan sosial adalah karya individu-individu pencipta. Namun dalam kenyataan sehari-hari kita bisa mengamati bahwa rupanya kebanyakan manusia cenderung tetap terperosok ke dalam pola-pola hidup yang lama. Oleh sebab itu, tugas kelompok minoritas ini, akan bisa menciptakan cara-cara yang membawa mayoritas ini bersama-sama dengan mereka untuk mencapai sebuah kemajuan yang lebih baik.

3). Fase atau Siklus Peradaban
Suatu peradaban cenderung menempuh dan melewati tiga fase : masa pertumbuhan, masa perkembangan dan masa kehancuran. Faktor penting dalam paradaban pada “masa pertumbuhan” adalah apa yang dia sebut dengan Challange and Respon / tantangan dan jawaban. Secara singkat, jika sebuah 'masyarakat primitif' ingin tumbuh menjadi sebuah “peradaban” ia harus tertantang. Ini di umpamakan dengan “seorang pemanjat yang belum mencapai titik di atasnya sedangkan dia ingin sekali mencapainya... maka dia harus terus memanjat untuk mencapainya, kecuali kalau ajal keburu menjemputnya”. Tantangan pada fase ini, tegas Toynbee, datang dari unsur-unsur eksternal seperti iklim dan kondisi daerah.

Kesulitan yang dihadapi peradaban pada “masa sukar” disebabkan oleh problem-problem internal seperti perhatian yang berlebihan pada masa lalu atau masa depan, nasionalisme, peniruan terhadap respon yang diambil peradaban lain (mimesis), pengidolaan terhadap tokoh, teknik, atau lembaga, rasa puas diri terhadap prestasi atau capaian masa lalu, dan ketiadaan kreativitas secara umum. Inilah alasan mengapa Toynbee menegaskan bahwa kematian sebuah peradaban adalah soal kematian bunuh diri. Pada fase ini, perang demi perang meletus dan sebuah negeri bersama didirikan oleh 'minoritas dominan'. Perdamaian tercapai, begitu pula kesejahteraan jangka-pendek, namun harapan-harapan untuk menjadi peradaban suram.

4). Konsep Peradaban menurut Arnold Toynbee
Toynbee membagi sejarah dunia dalam 26 peradaban. Dari jumlah peradaban itu 16 telah musnah, tiga lebur, sementara itu 7 lainnya masih bertahan. Ketujuh peradaban itu kemudian dikombinasikan menjadi lima, yaitu (1) Peradaban Barat, (2) Kristen Ortodoks, termasuk Eropa Tenggara, (3) Islam, (4) Hindu, dan (5) Timur Jauh, termasuk di dalamnya Cina, Jepang, dan Korea. Pembagian sejarah ini yang mendasari dilakukannya kajian tentang peradaban dalam bukunya, A Study of History. Peradaban-peradaban yang menjadi kajian dari Toynbee adalah Mesir, Andean, Sinic, Minoan, Sumeria, Maya, Indic, Hittite, Hellenik, Peradaban Barat, Kristen Kaum ortodox di Rusia dan Eropa, Cina dan timur jauh (Korea/Jepang), Iran, Arab, Hindu, Mexic, Yucatek, dan Babylonia. Selain itu ada empat 'abortif civilisations' (Kristen Barat Jauh, Kristen timur Jauh, Syria dan Scandinavia) dan lima peradaban yang bertahan (arrested civilization) yaitu Polinesia, Eskimo, Nomadic, Ottoman, dan Sparta.

Dalam mengaji peradaban itu, Toynbee melakukan pendekatan yang sama. Ia dengan detail mengulas tentang asal usul, pertumbuhan, kemuduran, status universal, dan disintegrasi. Ia membuat generalisasi berdasarkan semua bukti historis yang pernah tercatat. Menurutnya, unit studi sejarah yang tepat bukan keseluruhan umat, bukan pula satu negara-bangsa tertentu tetapi adalah “unit menengah” yang rentangan ruang dan waktunya lebih besar daripada sebuh masyarakat tertentu tetapi lebih kecil daripada kemanusiaan, yakni peradaban. Gagasan tentang adanya keunikan atau potensi dominan dalam setiap peradaban muncul kembali. Contohnya, estetika dalam peradaban Hellenis, agama dalam peradaban Hindu, ilmu dan teknologi dalam peradaban Barat.

Toynbee melihat gejala peradaban sebagai sebuah siklus. Dalam pandangan ini peradaban, seperti halnya riwayat organisme hidup, mengalami tahap-tahap kelahiran, tumbuh dewasa dan runtuh. Dalam proses perputaran itu sebuah peradaban tidak selalu berakhir dengan kemusnahan total. Terdapat kemungkinan bahwa proses itu berulang, meskipun dengan corak yang tidak sepenuhnya sama dengan peradaban yang mendahuluinya. Toynbee menyatakan bahwa peradaban-peradaban baru yang menggantikannya itu dapat mencapai prestasi melebihi peradaban yang digantikannya. Lebih lanjut lagi bagi Toynbee peradaban adalah suatu rangkaian siklus kehancuran dan pertumbuhan, tetapi setiap peradaban baru yang kemudian muncul dapat belajar dari kesalahan-kesalahan dan meminjam kebudayaan dari tempat lain. Dengan demikian, memungkinkan setiap siklus baru memunculkan tahap pencapaian yang lebih tinggi. Ini berarti setiap siklus dibangun di atas peradaban yang lain.

Toynbee membagi pentahapan ke dalam tiga periode utama, yaitu genesis, growth, dan breakdown. Namun karena Toynbee memberikan perhatian paling besar pada periode ketiga, maka bagian ini masih disambung lagi dengan tahap-tahap disintegrations, universal states,universal churches, dan heroic ages, yang menandai akhir suatu siklus dan awal siklus baru. Peradaban bagi Toynbee bermula ketika manusia mampu menjawab tantangan lingkungan fisik yang keras kemudian berhasil juga dalam menjawab tantangan lingkungan sosial. Pertumbuhan terjadi tidak hanya ketika tantangan tertentu berhasil diatasi, tetapi juga karena mampu menjawab lagi tantangan berikutnya. Kriteria pertumbuhan itu tidak diukur dari kemampuan manusia mengendalikan lingkungan fisik (misalnya melalui teknologi), atau pengendalian lingkungan sosial (misalnya melalui penaklukan), melainkan diukur dari segi peningkatan kekuatan yang berasal dari dalam diri manusia, yakni semangat yang kuat (self determination) untuk mengatasi rintangan-rintangan eksternal. Dengan kata lain, kekuatan yang mendorong pertumbuhan itu bersifat internal dan spiritual.

Mengapa peradaban bisa muncul? Pertanyaaan itulah yang mengawali pemikiran Toynbee tentang munculnya peradaban. Pada mulanya ia berpikiran bahwa faktor gen dalam ras dan kondisi lingkungan fisiklah yang menjadi landasan utama munculnya peradaban. Akan tetapi pada akhirnya pemikiran tersebut digugurkannya sendiri. Tidak ada ras yang superior dan tidak ada lingkungan fisik yang benar-benar menciptakan peradaban dalam sendirinya. Hal ini dikarenakan ras dan lingkungan fisik hanya bersifat membantu perkembangan peradaban.
a). Genesis of Civilization (Lahirnya Peradaban)
Peradaban muncul karena dua faktor yang berkaitan, yaitu adanya minoritas kreatif dan kondisi lingkungan. Antara keduanya tak ada yang terlalu menguntungkan atau terlalu merugikan bagi pertumbuhan kultur. Mekanisme kelahiran dan dinamika kelangsungan hidup kultur dijelmakan dalam konsep tantangan dan tanggapan (challange and response). Lingkungan (mula-mula alamiah, kemudian juga sosial) terus menerus menantang masyarakat, dan masyarakat melalui minoritas kreatif menentukan cara menanggapi tantangan itu. Segera setelah itu tantangan ditanggapi, muncul tantangan baru dan diikuti oleh tanggapan berikutnya.

Toynbee memperkenalkan sejarah dalam kaitan dengan challenge and response. Peradaban muncul sebagai jawaban atas beberapa satuan tantangan kesukaran ekstrim, ketika "minoritas kreatif" yang mengorientasikan kembali keseluruhan masyarakat. Minoritas kreatif ini adalah sekelompok manusia atau bahkan individu yang memiliki "self-determining" (kemampuan untuk menentukan apa yang hendak dilakukan secara tepat dan semangat yang kuat). Dengan adanya minoritas kreatif, sebuah kelompok manusia akan bisa keluar dari masyarakat primitif.

Tantangan dan tanggapan adalah bersifat fisik, seperti ketika penduduk zaman neolithik berkembang menjadi suatu masyarakat yang mampu menyelesaikan proyek irigasi besar-besaran; atau seperti ketika Gereja Agama Katholik memecahkan kekacauan post-Roman Eropa dengan pendaftaran Kerajaan berkenaan dengan bahasa Jerman yang baru di dalam masyarakat religius tunggal.

Peradaban muncul sebagai tanggapan atas tantangan. Mekanisme sebab-akibat bukanlah sesuatu yang benar-benar ada, tetapi hanya sekadar hubungan, dan hubungan itu dapat terjadi antara manusia dan alam atau antara manusia dan manusia. Sebagai contoh, peradaban Mesir sebagai hasil tanggapan yang memadai atas tantangan berasal dari rawa dan hutan belantara lembah Nil, sedangkan peradaban lain muncul dari tantangan konflik antar kelompok. Peradaban hanya tercipta karena mengatasi tantangan dan rintangan, bukan karena menempuh jalan yang terbuka lebar dan mulus. Toynbee membahas lima perangsang yang berbeda bagi kemunculan peradaban, yakni kawasan yang: ganas, baru, diperebutkan, ditindas, dan tempat pembuangan. Kawasan ganas mengacu pada lingkungan fisik yang sukar ditaklukkan, seperti wilayah yang terbiasa untuk banjir bandang yang sensntiasa mengancam seperti di sepanjang sungan Hoang Ho, Cina. Kawasan baru mengacu kepada daerah yng belum pernah diolah dan dihuni, sehingga masyarakat akan merasa asing dan melakukan upaya untuk adaptasi. Kawasan yang dipersengketakan, temasuk yang baru ditaklukkan dengan kekuatan militer. Kawasan tetindas menunjukkan suatu situasi ancaman dari luar yang berkepanjangan. Kawasan hukuman atau pembuangan mengacu pada kawasan tempat kelas dan ras yang secara historis telah menjadi sasaran penindasan, diskriminasi, dan eksploitasi.

b). Growth of Civilization (Pertumbuhan Peradaban)
Dalam fase pertumbuhan peradaban, tanggapan senantiasa berhasil, minoritas kreatif membuat upaya baru untuk menanggapi tatangan baru dan dengan cara demikian menghancurkan tradisi yang dianggap kolot dan primitif. Artinya peradaban mulai berkembang ketika minoritas keatif menemukan suatu tantangan dan kemudian merespon dan menemukan jalan keluar dan inovasi. Oleh karena itu, pertumbuhan itu terjadi pada saat jawaban terhadap tantangan tidak hanya berhasil dilalui, tetapi juga keberhasilan itu menimbulkan tantangan lanjutan yang kembali dapat diatasi. Pertumbuhan dan perkembangan suatu kebudayaan digerakkan oleh sebagian kecil dari pemilik kebudayaan itu. Sejumlah kecil (minoritas) itu menciptakan kebudayaan dan massa yang lain (mayoritas) meniru. Tanpa minoritas yang kuat dan dapat mencipta, suatu kebudayaan tidak dapat berkembang.

Pertumbuhan atau kemajuan sesungguhnya adalah energi kreatif yang tumbuh sebagai akibat dari pengalaman-pengalaman sebelumnya dalam mengatasi tantangan-tantangan eksternal. Ia mengatakan bahwa kemajuan manusia seharusnya diukur dari peningkatan semangat yang kuat (self-determination) yang biasanya dimiliki oleh sekelompok kecil individu yang kreatif (minority of creative persons). Dengan demikian, kekuatan yang mendorong pertumbuhan itu bersifat internal dan sipiritual.

Pertumbuhan peradaban tergantung pada perilaku minoritas kreatif. Seluruh tindakan sosial adalah karya individu-individu pencipta. Namun kebanyakan umat manusia cenderung tetap teperosok ke dalam cara-cara hidup lama. Oleh karena itu, tugas minoritas kreatif bukanlah semata-mata menciptakan bentuk-bentuk dan proses-proses sosial baru, melainkan juga menciptakan cara-cara membawa mayoritas ini bersama-sama dengan mereka untuk mencapai kemajuan. Dengan pimpinan elit, peradaban akan tumbuh melalui serentetan tanggapan yang berhasil menghadapi tantangan yang berkelanjutan.

Toynbee dalam Lauer (2001) menyebut tahap pertumbuhan (growth) sebagai proses “penghalusan”, yakni pergeseran penekanan dari alam kemanusiaan atau perilaku yang lebih rendah ke taraf yang lebih tinggi. Ini berarti menaklukkan rintangan awal sehingga dengan demikian energi dapat tersalurkan untuk menanggapi tantangan yang lebih bersifat internal dari pada yang bersifat eksternal, dan yang bersifat spiritual ketimbang material. Pertumbuhan demikian berarti peningkatan penentuan nasib sendiri, dan ini menimbulkkan deferensiasi terus menerus di antara bagian-bagian masyarakat. Diferensiasi ini tejadi karena sebagian masyarakat tertentu berhasi memberikan tanggapan memadai atas tantangan; sebagian yang lain berhasil dengan jalan meniru bagian yang berhasil itu. Sebagian yang lain lagi gagal, baik dalam menciptakan atau meniru, dan demikian akan mendekati kematian. Akibatnya adalah berkembangnya ciri khas tertentu di dalam setia peradaban. Peradaban Yunani misalnya, memiliki keunggulan pandangan estetika mengenai kehidupan sebagai suatu keseluruhan. Peradaban hindu dan India cenderung menuju ke suatu pandangan hidup yang mengutamakan keagamaan.

c). Decline of Civilization (Keruntuhan Peradaban)
Tidak ada peradaban yang terus menerus tumbuh tanpa batas. Umumnya peradaban akan mengalami kehancuran bila elit kreatifnya tidak berfungsi secara memadai, mayoritas tak lagi memberikan kesetiaan kepada minoritas, dan menirunya; dan bila kesatuan sosial mengalami perpecahan. Kehancuran dan perpecahan adalah biasa, namun tak terelakkan. Mungkin pula terjadi proses pembatuan, seperti ditunjukkan oleh masyarakat Mesir kuno dan Timur jauh. Dalam keadaan membatu masyarakat hidup terus, meskipun sebenarnya sudah menamatkan perjalanan hidupnya.




Dalam fase perpecahan dan kehancuran peradaban, minoritas kreatif behenti menjadi manusia kreatif. Peradaban binasa dari dalam karena kemampuan kreatif sangat menurun padahal tantangan baru semakin meningkat. Kehancuran peradaban disebabkan oleh kegagalan kekuatan kreatif kalangan minoritas dan karena lenyapnya kesatuan sosial dalam masyarakat sebagai satu kesatuan. Apabila minoritas menjadi lemah dan kehilangan daya menciptanya, maka tantangan-tantangan dari alam tidak dapat dijawab lagi. Minoritas menyerah, mundur dan pertumbuhan tidak akan berkembang lagi. Apabila keadaan sudah memuncak seperti itu, keruntuhan mulai nampak. Keruntuhan terjadi dalam tiga tahap, yaitu :

a. Kemerosotan kebudayaan. Masa ini tejadi karena minoritas kehilangan daya menciptanya dan kehilangan kewibawaannya, sehingga mayoritas tidak lagi bersedia mengikuti minoritas. Perarutan alam dalam kebudayaan yang dibuat antara mayoritas dan minoritas pecah dan tunas-tunas kebudayaan menuju pada kematian.

b.Kehancuran kebudayaan. Masa ini mulai muncul setelah tunas-tunas kehidupan kebudayaan mati, sehingga pertumbuhannya terhenti. Akibatnya daya hidup kebudayaan membeku dan kebudayaan tesebut menjadi tidak berjiwa lagi. Toynbee menyebut masa ini sebagai petrification atau pembatuan (menjadi fosil) kebudayaan.

c.Lenyapnya kebudayaan, yaitu apabila tubuh kebudayaan yang sudah membatu itu hancur lebur dan lenyap.


Blog, Updated at: 1:02:00 PM

0 komentar:

Post a Comment

Popular Posts

Flag Counter
“Jika kalian berbuat baik, sesungguhnya kalian berbuat baik bagi diri kalian sendiri” (QS. Al-Isra:7)

FOLLOW DAPATKAN UPDATE

Download Lainnya

close