Mengenai
sejarah masuknya islam ke Patani masih tetap samar-samar karena bukti-bukti
mengenainya tidak cukup jelas untuk mengungkapkan sejarah yang sebenarnya. Para
sarjana, ada yang berpendapat bahwa islam datang dari Campa, di pesisir Annam
(Vietnam), disana terdapat sejenis tulisan bertanggal 1039 M yang terletak di
daerah Phang Rang, kota pelabuhan terpenting bagi Campa, islam masuk ke Patani
diduga bukan hanya berasal dari satu daerah, sebab beberapa pendapat
menyebutkan islam tersebar ke Patani dari Arab, Cina, India, dan Persia,
kira-kira pada abad ke 10 M.
Menurut
A. Teeaw yang berdasarkan tulisan Tome Pires dan lawatan Cheng Ho ke daerah ini
antara tahun 1404-1433, kerajaan Pattani di dirikan sekitar abad XIV dan abad
XV M. Adapun menurut Hikayat Patani, kerajaan melayu patani mula-mula berpusat
dikota Mahligai dan diperintah oleh Phya
Tu Kerab Mahayana. Kedudukan kerajaan Patani terletak didaerah yang sangat
strategis yang di lalui lintas perdagangan Timur-Barat, menyebabkan kerajaan
patani cepat berkembang dan menjadi kerajaan penting Thailand selatan dan utara
semenanjung Malaka. Pedagang-pedagang muslim telah mendatangi Patani untuk berdagang dan berdakwah. Kehadiran Islam di Patani dimulai dengan kedatangan Syekh
Said Mubaligh dari Pasai, yang ketika itu berhasil menyembuhkan Raja Patani
bernama Phya Tu Antara yang sedang sakit parah. Phya Tu Antara (1486-1630 M)
beragama Budha dan masuk Islam berganti nama menjadi Sultan Ismail Syah. Sejak
itu agama Islam
mempengaruhi budaya dan kehidupan keagamaan rakyat Patani.2
A.Teeaw
berkeyakinan bahwa islam telah masuk di kuala berang, Trengganu sekitar tahun
1386-1387. Dengan menggunakan analisis S.Q Fatimi, islam datang ke Patani
melalui jalur Timur (China dan Campa) dan Barat (Samudra Pasai). Hubungan
kerajaan Patani dengan kerajaan Siam di Utara sangat dekat, sekalipun sudah
berbeda agama, meskipun hubungan kedua kerajaan ini sering diwarnai konflik,
saling menekan, menyerang dan menduduki. Tidak jarang hubungan mereka tampak
saling menghargai. Sumber-sumber tradisional Siam mengatakan bahwa
kerajaan-kerajaan Melayu Patani dan juga semenanjung Malaka berada dibawah
pengaruh kerajaan Sukhotai mulai abad XIII dan dilanjutkan oleh kerajaan
Ayuthia pada abad XIV. Menurut hikayat
Patani, hubungan antara patani dan Ayuthia adalah hubungan setaraf dan
saling menghormati.
Suasana
politik di Patani yang semakin kacau akibat perebutan kekuasaan di istana, juga
mendapat serangan dari kerajaan Siam yang berada disebelah utara, menjelang
akhir abad ke 18, kekuasaan Siam telah mengancam eksistensi kerajaaan Melayu
diselatan. Keagungan dan kekuatan patani tidak kekal, pada akhir pemerintahan
raja Kuning (1635-1688), kerajaan Patani menuju zaman kemerosotan, hal itu
disebabkan oleh konflik perebutan kekuasaan antara sesama pewaris kerajaan.
Intensitas perang saudara yang kerap terjadi menyebabkan situasi keamanan tidak
terjamin, sehingga Patani tidak lagi menjadi tumpuan perdagangan, hal ini terus
berlanjut sampai dengan abad XVIII.3
Sebelum
tahun 1801, wilayah Thailand merupakan wilayah kesultanan Patani Darussalam
(kerajaan Patani Raya) yang meliputi Thailand Selatan (Patani), Trengganu dan
Kelantan (Malaysia). Selanjutnya pada tahun 1901, wilayah tersebut di kuasai
oleh kerajaan Siam (Thailand). Berdasarkan perjanjian 1902, wilayah kesultanan
Pattani Darussalam di pecah menjadi dua, yaitu Pattani dimasukkan ke dalam
wilayah Thailand, sedangkan Trengganu dan Kelantan dimasukkan ke dalam wilayah
koloni Inggris. Masa selanjutnya pada tahun 1826, kerajaan Thailand berhasil
mengadakan perjanjian dengan pihak Inggris untuk membagi wilayah dan tidak
saling mencampuri urusan masing-masing. Berdasarkan perjanjian Anglo tahun 1902,
wilayah bekas kesultanan Pattani Darussalam di pecah menjadi dua, yaitu Patani
(4 wilayah di Thailand selatan) dimasukkan ke dalam wilayah Thailand, sedangkan
Trengganu dan Kelantan dimasukkan ke dalam wilayah koloni Inggris.
Peristiwa di masukkannya wilayah Pattani secara resmi ke dalam negara Thailand dan di hapuskannya sistem kesultanan, mendapat reaksi keras dari masyarakat Pattani pada waktu itu, mereka melakukan perlawanan terhadap kerajaan Thailand. Pada tahun 1910, muncul sebuah perlawanan menuntut kemerdekaan penuh bagi Patani di bawah pimpinan ulama karismatik “Totae”. Kemudian pada tahun 1922, muncul pula pemberontakan serentak yang dipimpin oleh sejumlah ulama dan para bangsawan yang kehilangan kekuasaannya, yang dimobilisasi dan dipimpin oleh raja terakhir Patani, yaitu Sultan Abdul Kadir Muhyidin yang tinggal di Kelantan Malaysia, namun usaha pemberontakan itu dapat ditumpas oleh pemerintah Thailand. Pada masa pemerintahan Pibul Songkram (1938-1948), muncul tuntutan otonomi dari lembaga perjuangan yaitu gerakan rakyat Patani (GRP) yang di pimpin oleh Haji Sulong pada 3 April 1947, seorang ulama kharismatik yang pernah bermukim di Mekkah. Gerakan GRP menuntut 7 persoalan yang harus dipenuhi oleh pemerintah Thailand, yaitu :
Peristiwa di masukkannya wilayah Pattani secara resmi ke dalam negara Thailand dan di hapuskannya sistem kesultanan, mendapat reaksi keras dari masyarakat Pattani pada waktu itu, mereka melakukan perlawanan terhadap kerajaan Thailand. Pada tahun 1910, muncul sebuah perlawanan menuntut kemerdekaan penuh bagi Patani di bawah pimpinan ulama karismatik “Totae”. Kemudian pada tahun 1922, muncul pula pemberontakan serentak yang dipimpin oleh sejumlah ulama dan para bangsawan yang kehilangan kekuasaannya, yang dimobilisasi dan dipimpin oleh raja terakhir Patani, yaitu Sultan Abdul Kadir Muhyidin yang tinggal di Kelantan Malaysia, namun usaha pemberontakan itu dapat ditumpas oleh pemerintah Thailand. Pada masa pemerintahan Pibul Songkram (1938-1948), muncul tuntutan otonomi dari lembaga perjuangan yaitu gerakan rakyat Patani (GRP) yang di pimpin oleh Haji Sulong pada 3 April 1947, seorang ulama kharismatik yang pernah bermukim di Mekkah. Gerakan GRP menuntut 7 persoalan yang harus dipenuhi oleh pemerintah Thailand, yaitu :
- Otonomi penuh untuk empat wilayah, yaitu Naratiwat, satun, patani dan Jala diwilayah bagian Thailand selatan
- Pengajaran bahasa melayu bagi anak-anak di empat wilayah tersebut,
- Semua hasil pajak pendapatan yang diperoleh dari daerah ini harus diperuntukkan bagi kesejahteraan rakyat di daerah tersebut.
- 80 % pegawai pemerintah di Patani harus orang melayu muslim,
- Bahasa Melayu menjadi bahasa resmi, dan dapat diajarkan disekolah-sekolah
- Pembentukan mahkamah syariah dan hukum syariah diberlakukan didaerah ini, dengan pengadilan yang terpisah dan bebas dari sistem pengadilan pemerintah.
- Majelis agama islam provinsi berhak mengeluarkan undang-undang administrasi agama islam dengan disetujui oleh ketua besar di 4 wilayah dan akan diberi wewenang penuh dalam menjalankan hokum syariah dan kebudayaan.
Ternyata
pemerintahan Thai menolak hampir seluruh memorandum yang diusulkan oleh gerakan
GRP, kemudian pada 16 Januari 1948, Haji Sulong dan anak laki-lakinya beserta 4
pengikut setianya ditangkap pemerintah dan diperkirakan mereka dibunuh. Untuk
masa selanjutnya, perjuangan untuk mendapatkan otonomi dan bahkan membebaskan
diri dari Thailand selalu muncul, walaupun kebanyakan mengalami kegagalan
karena kuatnya tekanan dari pihak penguasa Thailand selatan.4
Setelah
kematian Haji Sulong, tujuan gerakan rakyat Melayu Patani tidak lagi menuntut
otonomi, tetapi kemerdekaan penuh bagi bangsa Patani, kematian Haji Sulong telah
membangkitkan rasa nasionalisme dikalangan masyarakat Melayu Patani dan
menginginkan kemerdekaan dengan negara berdaulat yang dibangun diatas ideologi
kebangsaan Melayu yang bercorak islam. Para pemimpin dari berbagai kelompok
pembebasan itu terdiri atas generasi muda dengan pendidikan akademik. Saat ini
terdapat empat organisasi utama yang beroperasi di daerah Thailand Selatan
(Sala, Satun, Patani, Narathiwat), ke empat organisasi ini mengejar tujuan yang
sama, yaitu kemerdekaan atau pemerintahan sendiri. Ke empat organisasi tersebut
adalah Barisan Nasional Pembebasan Patani
(BNPP), Barisan Revolusi Nasional (BRN), Pertubuhan Persatuan Pembiasan Patani (PPPP), dan Gerakan Mujahidin Patani (GMP). Kendali
seluruh organisasi pergerakan nasionalis (pembebasan) Patani digerakkan oleh kaum
intelektual Patani yang pernah belajar di Indonesia, Malaysia, Pakistan, Mesir,
Arab saudi dan lainnya. Serta sebagian kecil adalah lulusan Bangkok dan
universitas Barat seperti Jerman dan Swedia.
Semua
organisasi pergerakan tersebut mempunyai unit bersenjata (gerilya), dalam
perjuangan untuk memisahkan diri dari pemerintahan pusat, aktivitas perjuangan
pembebasan Patani semakin meningkat antara tahun 1968 hingga 1975, dalam
periode tersebut terjadi 385
pertempuran, 329 orang gerilyawan Patani terbunuh dan 250 orang gerilyawan
dimusnahkan oleh pemerintah. Semenjak tahun 1980-an pihak pemerintah Thailand
memulai pembangunan sosial-ekonomi ditempat wilayah selatan Thailand dengan
tujuan untuk membatasi gerak kaum pembebasan Patani dan memperlemah kekuatan
mereka. Untuk kepentingan tersebut, pihak pemerintah Thailand mengadakan rencana
kerja sama di bidang ekonomi di ke empat wilayah selatan Thailand dengan
program pendidikan Siam (Thai) yang dirancang oleh pemerintahan Thailand di
empat wilayah Melayu. Tahun 1990 jumlah sekolah umum (Thai) diwilayh Patani,
Naratiwat, Yala, Satun mencapai 1.216, mengalahkan sekolah swasta islam milik
Melayu Patani yang hanya mencapai 189
buah.5
Pada tahun
1992, Fourth Army Region (FAR) berhasil mengadakan perundingan dengan dua
organisasi pergerakan nasional Patani agar kembali ke pangkuan pemerintah
Thailand dan bekerja sama untuk membangun negara. Akhirnya pada 31 Agustus
1989, ke empat organisasi pergerakan pembebasan yaitu Barisan Nasional Pembebasan Patani (BNPP), Barisan Revolusi Nasional
(BRN), Pertubuhan Persatuan Pembiasan
Patani (PPPP), dan Gerakan Mujahidin
Patani (GMP), melakukan persidangan dengan pihak pemerintah Thailand,
hasilnya adalah ikrar bersama untuk segera membentuk organisasi yang dapat
memayungi perjuangan kemerdekaan rakyat Patani.
Pada tahun
tersebut, organisasi payung tersebut sudah disetujui untuk dibentuk dan diberi
nama Barisan Bersatu kemerdekaan Patani (BERSATU), terpilih sebagai pemimpin
pertama adalah Wahyudin dari organisasi GMP, para elit politik Melayu Patani
sepakat untuk mendirikan sebuah organisasi politik (partai politik) yang
disepakati secara bersama. Akhirnya pada tanggal 3 Mei 1986, bertempat di
Majelis agama Islam wilayah Patani, disepakati berdirinya partai politik kaum
melayu yang diberi nama WAHDAH,
tujuannya untuk mencapai enam aspek, yaitu : 1) Membentuk perpaduan masyarakat
islam di seluruh Thailand, 2) Menjaga hak dan kepentingan masyarakat diseluruh
negeri, 3) Membangkitkan masyarakat islam dalam aspek politik, ekonomi,
pendidikan, dan kemasyarakatan, 4) Menanamkan kesadaran poltik, 5) Memperkenalkan
sistem islam terhadap masyarakat agar dapat dipahami dan dihayati, 6)
Membangkitkan dan memajukan sistem Demokrasi.
Semenjak di
dirikannya pada tahun 1986 hingga 1992, WAHDAH
telah merangsang kaum muslim Patani untuk menyalurkan aspirasi politiknya
melalui jalur parlemen. Usaha yang dilakukan oleh wadah cukup berhasil, hal ini
terbukti dalam pemilu 1992, sebanyak 12 orang muslim Patani merih kursi di
Parlemen, selanjutnya dari 12 orang tersebut, dua orang muslim yang menduduki
jabatan wakil menteri, yaitu wakil menteri dalam negeri dan wakil menteri luar
negeri. Implikasi dari banyaknya wakil muslim Melayu yang duduk di kursi
parlemen hasil pemilu semakin berkembang dari tahun ke tahun dan institusi
islam di wilayah selatan Thailand secara bebas berkembang, diantaranya adalah
institusi islam (terbentuknya majelis agama islam), intitusi sosial, pendidikan
dan institusi dakwah. Dengan adanya institusi-institusi ini, perkembangan syiar
islam di wilayah selatan Thailand sangat baik. Di wilayah selatan pada tahun
1994 terdapat 2.347 mesjid dari jumlah seluruh mesjid yang ada di Thailand
sebanyak 2.799 buah. Selain itu, adanya kerja sama dalam bidang pendidikan dan
ekonomi dengan organisasi islam internasional yang mulai dijalankan,
diantaranya dengan Islamic Development Bank, Internasional Islamic Relief
Organization (IRO), The Muslim World Committee dan Asia Muslim Committee.6
2.3 Perkembangan Islam di Thailand Pada Masa Kini
Secara garis besar masyarakat muslim
Thailand, dibedakan menjadi dua: Pertama, masyarakat muslim imigran
(pendatang), yang berlokasi di kota bangkok dan chiang mai (Thailand utara dan
tengah). Kedua, masyarakat muslim penduduk asli, yang berada di Patani (Thailand
selatan). Masyarakat muslim imigran, yang tinggal di daerah perkotaan,
kebanyakan berasal dari Asia selatan (India dan Pakistan), Indonesia, Huihui
(China) dan Persia. Di kota Chiang Mai saja terdapat 5.000 penduduk
muslim, yang berarti 5 % dari total penduduk Chiang Mai, mereka berasal dari
Asia selatan (Pakistan, Tamil, Punjabi, dan Benggali).
Secara sosiologis umat muslim
imigran telah membaur (berintegrasi) dengan baik dengan masyarakat lokal
(non-muslim). Menurut pengamat seperti Andrew Forbes dan Preeda Prapertchop
kehidupan perekonomian masyarakat islam di Bangkok setara dengan masyarakat
non-islam. Mereka umumnya memiliki keterampilan khusus, seperti keturunan Campa
dan Melayu biasanya mereka menekuni bidang pertanian dan kerajinan, warga keturunan
Indonesia merupakan pakar pertamanan dan perdagangan, kelompok keturunan Iran
dan Asia Selatan menggeluti bidang perdagangan kayu dan tekstil.
Setelah
bertahun-tahun mengalami konflik yang berkepanjangan, akhirnya Islam di
Thailand menemui titik kemajuan. Pemerintah Thai memahami betul bahwa upaya
untuk menciptakan perdamaian dengan kekuatan militer tidak membuahkan hasil
apa-apa, bahkan memperparah keadaan dan melahirkan perlawanan. Sehingga
akhirnya pemerintah dalam hal ini kerajaan, memberi kesempatan bagi warga
muslim Thailand untuk menganut kepercayaan dan agama masing-masing. Bahkan,
Raja Thailand juga menghadiri perayaan acara dan hari-hari penting dalam Islam.
Pemerintah juga memperbolehkan warga muslim Thailand untuk menyelenggarakan
pendidikan Islam. Kesempatan ini tidak dilewatkan oleh umat Islam untuk mengembangkan
pendidikan Islam dan membangun tempat-tempat pengkajian islam.
Proses
pendidikan Islam di Thailand sudah mengalami perkembangan dan kemajuan, hal itu
bisa terlihat dari kegiatan-kegiatan yang diadakan oleh beberapa lembaga Islam,
seperti tempat pengajian bapak-bapak dan ibu-ibu, TPA/TKA dan kajian mingguan
mahasiswa adalah beberapa kegiatan rutin yang diadakan mingguan. Masyarakat dan
pelajar muslim Indonesia juga mengadakan silaturrahim bulanan dalam forum
pengajian, yang dilaksanakan di berbagai wilayah di Thailand. Kabar baiknya,
pemerintah membantu penerjemahan Al-Quran ke dalam bahasa Thai, juga
membolehkan warga muslim mendirikan masjid dan sekolah muslim. Kurang lebih tercatat
lebih dari 2000 mesjid dan 200 sekolah muslim di Thailand. Umat islam di
Thailand bebas mengadakan pendidikan dan acara-acara keagamaan. Tidak hanya itu
saja, program pengembangan pendidikan Islam di Thailand sudah mencapai level
yang lebih dari sekedar nasional dan regional. Umat muslim Thailand bekerjasama
dengan beberapa lembaga pendidikan negara lain, baik yang nasional maupun
internasional untuk mengadakan seminar internasional pendidikan Islam. Mereka
juga mengirimkan kader-kadernya ke berbagai universitas dunia, seperti Al Azhar
Mesir dan Madinah. Dan juga beberapa universitas Indonesia, seperti UII, UIN,
Universitas Muhammadiyah dan lainnya. Termasuk juga mengirimkan putra-putra
Thailand ke berbagai pesantren di Indonesia, termasuk Gontor. Pusat dakwah
Islam terbesar di Bangkok terletak di Islamic Center Ramkamhaeng. Hampir semua
aktifitas keislaman mulai dari pengajian, layanan pernikahan, serta makanan
halal dapat ditemukan. Salah satu orang yang berjasa di bidang sertifikasi
makanan halal adalah Winai Dahlan (cucu dari KH Ahmad Dahlan), yang sudah puluhan
tahun tinggal dan menjadi warga Thailand, yang menjabat sebagai direktur dari Halal Science Center di Universitas
Chulalongkorn, yang giat melakukan promosi mengenai makanan halal ke seluruh
dunia.
Dari aspek pendidikan agama, setiap
komunitas memiliki lembaga pendidikan yang biasanya dikaitkan dengan mesjid,
yang memberikan pendidikan agama terutama bagi anak-anak muslim. Di Chiang mai
terdapat pusat pendidikan islam, yang mengajarkan ilmu akidah, ibadah,
seni baca Al-quran, hukum islam, dan ahlak. Sejak 1970-an telah di dirikan sebuah
madrasah menengah lanjutan (chitpakdee) di kawasan Pah-koy. Madrasah ini
bertujuan untuk menyiapkan tenaga terampil dalam bidang keislaman, sehingga
dapat mengajarkan kembali ke tingkat lebih rendah. Berkat hubungan yang semakin
erat antara umat muslim di berbagai negara seperti, Asia Selatan, Asia Tenggara
dan bahkan Timur Tengah. Sehingga banyak pelajar muslim Thailand yang dikirim
ke luar negeri serta banyak kunjungan dan bantuan dari negara-negara muslim.7
KESIMPULAN
Yang
menjadi kesimpulan dalam makalah ini adalah keberadaan Islam di Thailand diawali
atau bermula sejak munculnya kerajaan Patani di Thailand selatan, kerajaan Patani di dirikan sekitar abad XIV dan abad XV M. Adapun menurut
Hikayat Patani, kerajaan Melayu Patani mula-mula berpusat di kota Mahligai dan
diperintah oleh Phya Tu Kerab Mahayana.
Kedudukan
kerajaan patani terletak didaerah yang sangat strategis yang di lalui lintas
perdagangan Timur-Barat, menyebabkan kerajaan Patani cepat berkembang dan
menjadi kerajaan penting Thailand selatan dan utara semenanjung Malaka.
Selanjutnya
pada tahun 1901, wilayah Patani dapat di kuasai oleh kerajaan Siam (Thailand). Peristiwa
di masukkannya wilayah Pattani secara resmi ke dalam negara Thailand dan di
hapuskannya sistem kesultanan, mendapat reaksi keras dari masyarakat Pattani
pada waktu itu, mereka melakukan perlawanan terhadap kerajaan Thailand. Oleh
sebab itu banyak muncul pemberontakan yang dipimpin oleh sejumlah ulama dan
para bangsawan yang kehilangan kekuasaannya, kemudian muncul tuntutan otonomi
dari lembaga perjuangan yaitu gerakan rakyat Patani (GRP) yang di pimpin oleh
Haji Sulong pada 3 April 1947.
Perkembangan
islam di Thailand dimasa kini telah mengalami kemajuan karena telah adanya pusat
dakwah Islam
terbesar di Bangkok yang terletak di Islamic Center Ramkamhaeng, hampir semua
aktifitas keislaman mulai dari tempat pengajian, sekolah-sekolah islam,
universitas, layanan pernikahan, serta makanan halal telah ada disana.
DAFTAR PUSTAKA
Hidayat,
Asep., dkk. Studi Islam di Asia Tenggara
: Pustaka Setia, Bandung, 2014
Supriyadi, Dedi. Sejarah Peradaban Islam : CV. Pustaka
Setia, Bandung, 2008
Saifullah, SA. Sejarah dan Kebudayaan Islam di Asia Tenggara, Pustaka Pelajar, Yogyakarta,
2010
http://ajiraksa.blogspot.com/2012/06/perkembangan-kontemporer-islam
di-Thailand.html
0 komentar:
Post a Comment