Find us Here

Tasawuf Era Modern

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Penyelidikan ahli-ahli pengetahuan tentang asal-usul dan pengambilan tasawuf islami, yang menganjurkan hidup kerohanian itu, sampai sekarang masih saja belum selesai. Berbagai pendapat telah dikemukakan, setengahnya mengatakan bahwa sumber pengambilannya adalah semata-mata agama islam Al-Qur’an dan Al-Hadits. Dan banyak pula orientalis Barat berpendapat bahwa pokok pengambilannya ialah  ajaran Persia, Hindu, Agama Nasrani atau filsafat Yunani. Dan ada yang berpendapat, sumber Tasawuf  islami ialah dari semuanya itu. Tetapi Prof. Nickolson sangat keras membantah pendapat yang mengatakan bahwa mazhab Tasawuf itu ajaran lain yang termasuk ke dalam islam.[1] 

Kita memperhatikan dengan seksama bahwa sejak lahirnya agama islam kehidupan Tasawuf  itu telah timbul dalam kalangan muslimin sendiri karena membaca Al-Qur’an dan Al-Hadits. Kemajuan zaman modern memberikan dampak tersendiri dalam kehidupan manusia.Ada bagian yang positif, namun juga dampak negatif yang tidak kalah mendominasi.Bukan berarti kemajuan zaman modern adalah sesuatu yang buruk, namun persepsi tiap individu menghadapi hal seperti ini berbeda-beda.Hal itu menjadi semakin rumit karena tidak setiap manusia mampu beradaptasi dengan baik dengan dunia modern.Akhirnya, muncullah penyimpangan, kemerosotan dan ketidakpastian dalam menjalani hidup yang mengakibatkan manusia semakin tidak bernilai.
Namun sangat beruntung bagi umat manusia khususnya umat Islam akhlak tasawuf datang dengan konsep yang rapi dan telah teruji sebagai salah satu alternatif agar manusia mampu keluar dari kegalauan dan penyimpangan itu. Akhlak tasawuf merupakan salah satu khazanah intelektual Muslim yang kehadirannya hingga saat ini semakin dirasakan.


B. Rumusan Masalah
Di dalam makalah ini ada beberapa hal yang menjadi pokok permasalahannya yaitu:
1.Apa sumber ajaran tasawuf dari sisi keislaman?
2.Apa  pengaruh-pengaruh lain terhadap ajaran tasawuf?
3.Bagaimana Tasawuf di era modern?

C. Tujuan Masalah
1.Untuk mengetahui sumber ajaran tasawuf dari sisi keislaman.
2.Untuk mengetahui pengaruh-pengaruh lain terhadap ajaran tasawuf.
3.Untuk mengetahui tasawuf di Era modern.


BAB II
PEMBAHASAN

A. SUMBER TASAWUF DALAM ISLAM
Tasawuf pada awal pembentukannya adalah akhlak atau keagamaan dan moral keagamaan yang banyak di atur dalam Al-Qur’an dan Al-Hadits. Jelaslah bahwa sumber pertamanya adalah ajaran ajaran islam, sebab tasawuf di timba dari Al-Qur’an, Al-Hadits, dan amalan amalan serta ucapan para sahabat. Amalan serta amalan para sahabat itu tentu saja tidak keluar dari ruang lingkup Al-Qur’an dan Al-Hadits.Dengan begitu, justru dua sumber utama Tasawuf adalah Al-Qur’an dan Al-Hadits.[2] Jadi Sumber sumber dalam islam yaitu: 
1.Al-Qur’an
Al-Qur’an merupakan kitab Allah SWT yang di dalamnya terkandung muatan muatan ajaran Islam, baik akidah, syariah maupun muamalah. Ketiga muatan tersebut banyak tercermin dalam ayat ayat  yang termasuk dalam Al-Qur’an. Di satu sisi memang ada yang perlu di pahami secara lahiriah tetapi di sisi lain ada juga yang perlu dipahami secara rohaniah. Sebab, jika di pahami secara lahiriah ayat ayat Al-Qur’an akan terasa kaku, kurang dinamis dan tidak mustahil akan di temukan persoalan yang tidak dapat di terima secara psikis. Beberapa contoh pengambilan:
“Tidaklah engkau yang melempar ketika engkau melempar itu, Melainkan Allah-lah yang melempar.” (QS: Al-Anfaal: 17)
Menurut pendapat kaum sufi, ayat ini adalah dasar yang kuat sekali dalam hidup kerohanian. Beberapa soal besar dalam tingkat-tingkat perjuangan kehidupan dapat di simpulkan ke dalam ayat ini. Yang“melempar”bukanlah muhammad, melainkan Tuhan. Gerak dan gerik tidaklah ada pada kita melainkan dari Allah semata-mata.Kita bergerak dalam kehidupan ini hanyalah pada lahir belaka.Tidak ada yang terjadi kalau tidak izin Allah.Seorang hamba Allah dengan Tuhanya hanyalah laksana sebuah Qalam dalam tangan seorang penulis.Menulis di gerakan saja. Yang di tuliskan tidak lain dari pada kehendak si penulis. Pada dasarnya  merupakan  objek tasawuf, berlandaskan al- Qur’an dan berikut ini beberapa ayat al-Qur’an yang menjadi landasan sebagian tingkatan dan keadaan para sufi:
1). Penggemblengan jiwa
".......dan orang-orang yang berjihad untuk (mencari keridhaan) Kami, benar- benar akan Kami tunjukkan kepada mereka jalan-jalan kami. dan Sesungguhnya Allah benar-benar besertaorang-orang yang berbuat baik. (QS. al-Ankabut : 69)
2). Tingkatan Asketis
" ….. Katakanlah: "Kesenangan di dunia inihanya sebentar dan akhirat itu lebih baik untuk orang-orang yang bertakwa, dan kamu tidak akan dianiaya sedikitpun”. (QS. an-Nisa’ :77)
3). Tingkatan Tawakal
"…. dan Barangsiapa yang bertawakkal kepadaAllah niscaya Allah akan mencukupkan (keperluan) nya... (QS. at-Thalaq : 3)
4). Tingkatan  Syukur
".....dan (ingatlah juga), tatkala Tuhanmu memaklumkan; "Sesungguhnya jika kamubersyukur, pasti Kami akan menambah (nikmat) kepadamu, dan jika kamu mengingkari(nikmat-Ku), Maka Sesungguhnya azab-Ku sangat pedih". (QS. Ibrahim : 7)
5).Tingkatan Sabar
"......bersabarlah (hai Muhammad) dan Tiadalah kesabaranmu itu melainkan denganpertolongan Allah dan janganlah kamu bersedih hati terhadap (kekafiran) mereka dan janganlah kamu bersempit dada terhadap apa yang mereka tipu dayakan. (QS. An-Nahl :127).
6).Tingkatan Rela
"......Allah berfirman: "Ini adalah suatu hari yang bermanfaat bagi orang-orang yang benarkebenaran mereka. bagi mereka surga yang dibawahnya mengalir sungai-sungai; merekakekal di dalamnya selama-lamanya; Allah ridha terhadapNya.Itulah keberuntunganyang paling besar". (QS. Al-Maidah : 119)
7). Tingkatan Malu
".....tidaklah Dia mengetahui bahwa Sesungguhnya Allah melihat segala perbuatannya? (QS.Al-Alaq : 14).[3]

2. Al-Hadits
Hadits adalah segala perkataan (sabda), perbuatan dan ketetapan dan persetujuan dari Nabi Muhammad SAW yang dijadikan ketetapan ataupun hukum dalam agama Islam.Hadits dijadikan sumber hukum dalam agama Islam selain Al-Qur'an, Ijma dan Qiyas, dimana dalam hal ini, kedudukan hadits merupakan sumber hukum kedua setelah Al-Qur'an.[4] Dasar yang kedua ialah hadits Nabi terutama Hadits Qudsi, yaitu suatu hadits istimewa yang diterima oleh Nabi Muhammad, seakan-akan Tuhan sendiri yang bercakap dengan dia, sedang orang Islam biasa dapatlah membedakan bunyi Al-Quran, Hadits biasa atau Hadits Qudsi jika didengarnya.

Berikut ini ada beberapa muatan hadist yang dapat di pahami dengan pendekatan tasawuf:‘’Barang siapa yang mengenal dirinya sendiri maka akan mengenal Tuhanya” Hadist ini disamping melukiskan kedekatan hubungan antara Tuhan dan manusia, sekaligus mengisyaratkan arti bahwa manusia dan tuhan adalah satu. Oleh sebab itu, barang siapa yang ingin mengenal Tuhan cukup merenung perihal dirinya sendiri.[5]

Dalam sebuah Hadits qudsi (Hadist berasal dari Nabi Muhammad SAW) sebagai berikut : “Dari Abu Hurairah r.a , Rosulullah SAW. Bersabda bahwa Allah AWT berfirman.“Barang siapa yang memusuhi seseorang wali-Ku, maka aku mengumumkan permusuhan-Ku terhadapnya. Tidak ada sesuatu yang mendekatkan hamba-Ku kepada-Ku yang lebih kusukai dari pada pengalaman segala yang ku fardhukan atasnya . Kemudian, Hamba-Ku yang senantiasa mendekatkan diri kepada-Ku dengan melaksanakan amal amal sunnah, maka aku senantiasa mencintainya. Bila aku telah cinta kepadanya, jadilah aku pendengarnaya yang denganya ia mendengar, aku penglihatanya yang denganya ia melihat, aku tanganya yang denganya ia memukul dan aku kakinya yang dengan itu ia berjalan. Jika ia memohon, jika ia meminta perlindungan, ia kulindungi”.[6]

Hadist ini memberi petunjuk bahwa antara manusia dan Tuhan dapat bersatu Diri manusia dapat lebur dari diri Tuhan, yang di kenal dengan istilah fana’, yaitu fana’nya makhluk sebagai yang mencintai Tuhan sebagai yang di cintainya. Istilah ‘’lebur’’ atau  “fana”. Menurut kami harus di pertegas bahwa antara Tuhan dan Manusia tetap ada jarak/pemisah, sehingga tetap berbeda antara Tuhan dan Hamba-hamba-Nya.Istilah ini hanya menunjukan keakraban antara makhluk dan khalifnya.

B. Kontak Kebuyaan Hindu, Budha, Persia, Persia, Yunani dan Arab Terhadap Tasawuf
Tasawuf yang sering ditemui dalam khazanah dunia islam, dari segi sumber perkembangannya, ternyata muncullah pro dan kontra, baik dikalangan muslim maupun dikalangan non muslim. Mereka yang kontra menganggap bahwa tasawuf islam merupakan sebuah faham yang bersumber dari agama-agama lain. Pandangan ini kebanyakan diwakili oleh para orientalis dan orang-orang yang banyak terpengaruh oleh kalangan orientalis ini.

Dengan tidak bermaksud untuk tidak melibatkan diri pada persoalan pro dan kontra itu, dalam tulisan ini, kami akan mempertengahkan paham tasawuf dalam tinjauan yang lebih universal karena tentang asal usul atau ajaran tasawuf, kini semakin banyak orang menelitinya.[7] Kesimpulannya perbedaan paham itu disebabkan pada asal usul tasawuf tersebut.Sebagian beranggapan bahwa tasawuf berasal dari masehi (Kristen), sebagian lagi mengatakan dari unsur Hindu-Budha, Persia, Yunani, Arab, dan sebagainya. Untuk itulah, kami akan menguraikan asal usul tasawuf dalam konteks kebudayaan tersebut. Hal ini dimaksudkan untuk melihat apakah tasawuf yang ada di dunia islam terpengaruhi dengan konteks kebudayaan tersebut atau tidak.
1. Unsur Nasrani (Kristen)
Bagi mereka yang beranggapan bahwa tasawuf berasal dari unsur Nasrani, mendasarkan argumennya pada dua hal. Pertama, adanya interaksi antara orang Arabdan kaum Nasrani pada masa jahiliyah maupun zaman islam. Kedua adanya segi-segi kesamaan antara kehidupan para asketis atau sufi dalam hal ajaran  cara mereka melatih jiwa dan mengasingkan diri dengan kehidupan Al-masih dan ajaran-ajarannya, serta dengan para rahib ketika sembahyang dan berpakaian.[8]

Orang Arab sangat menyukai cara kependetaan ketika mereka melakukan latihan (Riadhah) dan ibadah. Von Kromyer berpendapat bahwa tasawuf merupakan buah keNasranian pada zaman jahilliyah. Sementara itu, Goldziher berpandapat bahwa sikap Fakir dalam islam merupakan pengaruh dari Agama Nasrani. Goldziher membagi tasawuf menjadi dua : Pertama, asketisme.Menurutnya sekali pun telah terpengaruh oleh kependetaan kristen aliran ini lebih mengakar pada semangat Islam dan para ahli sunnah. Kedua, Tasawuf dalam arti lebih jauh lagi, seperti pengenalan kepada Tuhan (Ma’rifat), pendakian batin (Hal), intuisi (Wijdan) dan rasa (dzauq), yang terpengaruh oleh Agama Hindu disamping Neo-Platonisme.[9]

2. Unsur Hindu Budha
Tasawuf dan system kepercayaan agama Hindu memiliki persamaan, seperti sikap fakir. Darwis Al-Birawi mencatat adanya persamaan cara ibadah dan mujahadah pada tasawuf dan ajaran hindu. Demikian juga pada paham reinkarnasi, cara pelepasan dari dunia versi Hindu-Budha dengan persatuan diri dengan jalan mengingat Allah.

Salah satu maqamat sufiyah, yaitu al-Fana’ memiliki persamaan dengan ajaran tentang nirwana dalam agama Hindu. Menurut Harun Nasution, ajaran nirwana agama Budha mengajarkan umatnya untuk meninggalakan dunia dan memasuki hidup kontemplatif. Faham fana’ yang terdapat dalam sufisme hampir serupa dengan faham nirwana.[10]Goldziher mengatakan bahwa ada hubungan persamaan antara tokoh Budha Sidharta Gautama dengan Ibrahim bin Adham, tokoh sufi yang muncul dalam sejarah umat Islam sebagai seorang putra mahkota dari Balkh yang kemudian mencampakkan mahkotanya dan hidup sebagai darwish. Goldziher menambahkan, para sufi belajar menggunakan tasbih sebagaimana yang dipakai oleh para pendeta Budha. Dan tanpa memasuki ke bagian-bagiannya yang terkecil, dapat dinyatakan bahwa metode-metode seperti budaya diri yang etis, meditasi asketis dan abstraksi intelektual merupakan pinjaman dari Budhisme.[11] Juga dalam ajaran Hinduisme ada perintah untuk meninggalkan dunia dan mendekati Tuhan untuk mencapai persatuan Atman dan Brahman.[12]

3. Unsur Yunani
Kebudayaan Yunani seperti Filsafat, telah masuk ke dunia islam pada akhir Daulah Amawiyah dan puncaknya pada masa Daulah Abbasiyah ketika berlangsung zaman penerjemahan filsafat Yunani. Ajaran-ajaran tasawuf itu dimasuki oleh paham pemikiran Yunani.Misalnya, perkataan, “Apabila sudah baik, seseorang hanya memerlukan sedikit makan.Dan apabila sudah baik, hati manusia hanya memerlukan sedikit hikmat.”Ahli-ahli sejarah, seperti Syaufan menerangkan bahwa banyak bagian dari cerita “Seribu Satu Malam” berasal dari Yahudi.Orang-orang Yahudi meskipun menyerahkan dirinya sebagai orang Islam, mereka tidak mau meninggalakan agamanya, bahkan berusaha menarik orang-orang Islam untuk memeluk agamanya.

4.Unsur Persia Arab
Sebenarnya Arab dan Persia memiliki hubungan sejak lama, yaitu pada bidang politik, pemikiran, kemasyarakatan dan sastra.Namun belum ditemukan argumentasi kuat yang menyatakan bahwa kehidupan kerohanian Arab masuk ke Persia hingga orang-orang Persia itu terkenal sebagai ahli-ahli tasawuf. Barangkali ada persamaan antara istilah zuhud di Arab dengan  zuhud menurut agama manusia dan mazdaq; antara istilah  hakikat  Muhammad dan paham Hormuz dalam agama Zarathustra.[13]

Sejak zaman klasik.Bahkan hingga saat ini.Terkenal dengan wilayah yang melahirkan sufi-sufi ternama.Dalam konsep ke-fana-an diri dalam universalitas.misalnya, salah seorang dari penganjurnya adalah seorang ahli mistik dari Persia yakni Bayazid dari bistam yang telah menerima dari gurunya. Abu Ali (dari Sind).[14]

5. Unsur Arab
Untuk melihat bagaimana tasawuf dari dunia Islam, pelacakan terhadap sejarah munculnya tasawuf dapat di jadikan dasar argumentasi munculnya tasawuf di dunia Islam.Untuk itulah, berikut ini di ketengahkan sejarah tumbuh dan berkembangnya Tasawuf di dunia Islam.Namun, mengingat kehadiran Islam bermula dari daratan Arab maka uraian tentang sejarah Tasawuf ini pun bermula dari tanah Arab.

Untuk melacakan sejarah perkembangan tasawuf, tidak hanya memperhatikan ketika tasawuf mulai dikaji sebagai sebuah ilmu, melainkan sejak zaman Rosulullah.Memang pada masa Rosulullah dan masa sebelum datangnya Agama Islam, Istilah “tasawuf” itu belum ada.[15]

D. Tasawuf di Era Modern  
Kehidupan masyarakat saat ini sedang berkembang menuju kepada peradaban masyarakat modern.Kehidupan tersebut biasanya ditandai dengan kompetisi yang tinggi.Pada dasarnya kompetisi itu baik karena dapat memacu setiap orang dan kelompok masyarakat untuk berusaha meraih kemajuan.Hanya saja yang menjadi masalah adalah saat kompetisi itu terkadang berlangsung secara curang karena setiap orang dan kelompok sosial mempunyai niat baik untuk berkompetisi secara sehat.Ditambah lagi, masyarakat dunia saat ini sedang dilanda krisis global.

Pada masa krisis global ini, pertumbuhan angkatan kerja tidak diimbangi dengan tersedianya lapangan kerja dan sumber ekonomi.Hal ini dapat mendorong terjadinya persaingan yang tidak sehat dalam memperebutkan lapangan kerja dan sumber ekonomi itu.Oleh karena itu, diperlukan aturan hukum yang tegas dan jelas agar kompetisi itu dapat berlangsung secara sehat.Lebih dari itu, diperlukan sentuhan hati nurani mereka yang bersaing supaya kompetisi tidak mematikan solidaritas dan toleransi kepada sesama.

Walaupun kompetisi itu berlangsung sesuai hukum yang berlaku, tetapi tanpa sentuhan hati nurani kompetisi itu dapat mematikan solidaritas dan toleransi kepada sesama.Padahal di tengah krisis global ini, di mana banyak orang yang hidupnya terpuruk, solidaritas menjadi faktor yang amat penting untuk menopang kehidupan masyarakat agar tidak lebih terpuruk lagi. Solidaritas dan toleransi itu dapat ditumbuhkan dengan pengembangan dimensi esoteris agama, yang di dalam Islam disebut tasawuf.Dalam tasawuf terdapat ajaran tentang zuhud, sabar, dan itsar.Zuhud berarti sederhana, tidak rakus pada harta dan kekuasaan. Orang yang zuhud (zahid) tidak akan berkompetisi secara curang karena dapat merugikan orang lain dan dilarang oleh Tuhan. Kemudian sabar berarti menahan diri, maksudnya menahan diri dari keluh kesah dalam menjalankan perintah Allah dan menjauhi larangannya. Tetapi nilai sabar juga dapat diterapkan dalam kehidupan sosial, seperi menahan diri dari keluh kesah dalam menghadapi kesulitan hidup karena krisis atau kalah bersaing dengan orang atau kelompok sosial lain.[16]

Sedangkan itsar berarti mendahulukan kepentingan orang lain daripada kepentingan diri sendiri. Sepintas lalu nilai itsar tidak mengenal kompetisi karena kompetisi mengandung nilai yang kebalikannya, yaitu mendahulukan diri sendiri daripada orang lain. Padahal, maksudnya adalah tidak boleh bersaing hanya untuk kepentingan diri sendiri dan mengabaikan kepentingan orang lain, apalagi mematikan orang atau kelompok sosial lain. Jadi, kompetisi itu harus diarahkan untuk kepentingan bersama. Bersaing untuk kemajuan bersama diperintahkan, sesuai dengan firman Allah swt bahwa:  
“Maka berlomba-lombalah berbuat kebajikan”(QS. Al-Maidah: 48).
Dengan demikian, tasawuf memiliki ajaran yang relevan dengan kehidupan masyarakat modern yang kompetitif. Yakni mendorong untuk bersaing tetapi pada waktu yang sama meletakkan dasar-dasar ajaran yang mengingatkan supaya kompetisi itu tidak berkembang secara curang, apalagi sampai mematikan solidaritas dan toleransi kepada sesama. Sebab persaingan curang itu dapat meruntuhkan sendi-sendi kehidupan bersama dan peradaban manusia.

Di satu sisi, kompetisi itu perlu untuk memacu pengembangan diri dan kelompok dalam kehidupan masyarakat.Makin maju suatu masyarakat, maka makin tinggi pula tingkat kompetisinya.Sebaliknya, masyarakat yang kurang maju, maka tingkat kompetisinya juga rendah. Namun harus disadari bahwa kompetisi itu bukan untuk kemajuan orang per orang atau kelompok sosial tertentu saja tetapi untuk kemajuan bersamaan.Oleh karena itu, kompetisi dalam masyarakat modern harus diimbangi dengan nilai-nilai solidaritas dan toleransi. Toleransi diperlukan bagi orang dan kelompok sosial yang bersaing. Mereka bersaing tidak hanya karena kepentingan ekonomi dan  politik yang berbeda, tetapi juga karena perbedaan-perbedaan yang bersifat primordial, seperti agama, suku, dan daerah.

Perbedaan daerah, suku, agama terkadang membuat persaingan itu semakin tajam dan tidak sehat.Parahnya, perbedaan kepentingan ekonomi dan politik sering kali diangkat sebagai pertentangan yang bernuansa SARA (suku, agama, ras, dan antar-golongan), seperti yang pernah terjadi di Poso, Maluku Sulawesi Tengah dan Sampit Kalimantan Tengah.

Konflik yang bernuansa sara di daerah itu boleh jadi akan berakhir, tetapi perbedaan agama dan suku tidak mustahil akan mempertajam persaingan dalam perkembangan masyarakat modern.Itulah perlunya toleransi agar perbedaan suku dan agama itu tidak mempengaruhi persaingan yang seharusnya berkembang secara sehat. Kalau kompetisi itu tidak sehat, maka tidak saja akan menghambat masyarakat menjadi masyarakat modern, tetapi malah bisa meruntuhkan kemajuan yang telah dicapai, seperti terjadinya konflik sara di daerah tersebut.

Selain toleransi, solidaritas juga diharapkan berkembang untuk mengimbangi kompetisi.Sebab dalam kompetisi itu ada orang atau kelompok yang kalah atau tidak bisa bersaing karena lemah dalam segala hal, seperti modal, keterampilan, dan jauh dari sumber kekuasaan.Mereka seharusnya diberikan perhatian, tidak hanya oleh pemerintah tetapi juga orang-orang dan kelompok sosial yang lebih maju karena mereka yang tidak dapat bersaing jumlahnya jauh lebih banyak daripada mereka yang memiliki kemampuan bersaing.

Krisis global yang sedang dialami saat ini menyebabkan banyak orang yang hidupnya terpuruk, tidak saja kehilangan harta tetapi juga kehilangan daya saing.Mereka memerlukan bantuan agar bisa bangkit lagi dan kemudian bersaing dengan mereka yang telah maju. Dengan demikian, masyarakat modern yang hendak dituju di masa depan adalah masyarakat yang kompetitif, yang diimbangi dengan solidaritas dan toleransi. Toleransi dan solidaritas bertumpu pada hati nurani, sebagaimana yang diajarkan dalam tasawuf.Ajaran tasawuf ini tidak hanya berlaku bagi orang Islam, tetapi juga bagi siapa saja karena toleransi dan solidaritas merupakan nilai-nilai yang bersifat universal.

Hanya saja, kalau orang itu muslim, tentu saja harus mengacu kepada ajaran tasawuf yang menumbuhkan solidaritas dan toleransi, seperti zuhud, sabar, dan itsar.[17] Kelompok-kelompok lain tentu juga mempunyai acuan sendiri dalam menumbuhkan solidaritas dan toleransi. Apapun acuannya, toleransi dan solidaritas harus dikembangkan karena itulah nilai yang menopang kehidupan bangsa menuju masyarakat modern yang kompetitif di masa depan.

Tidak ada masyarakat yang dapat berkembang maju dan langgeng tanpa memiliki solidaritas dan toleransi.Sebab masyarakat itu adalah kumpulan orang-orang yang ingin hidup bersama dan maju bersama pula sehingga kalau tidak ada solidaritas dan toleransi dalam masyarakat, maka tidak ada lagi nilai-nilai yang menopang kebersamaan itu.Akibatnya adalah keruntuhan dan bukan kemajuan.Masyarakat yang sudah lebih dahulu modern dan maju telah mempraktekkan kompetisi dalam kehidupan masyarakatnya dan memiliki mekanisme untuk membantu orang-orang yang kurang beruntung.

Berdasarkan realita yang ada sekarang ini, maka beberapa hal yang menjadi urgensi tasawuf dalam kehidupan masyarakat modern dapat kita simpulkan, yaitu krisis global yang terjadi saat ini, kompetisi yang terjadi di tengah kehidupan masyarakat modern, dan faktor yang menjadi akibat dari krisis dan kompetisi yang terjadi, seperti faktor psikologi, spiritual, dan kecerdasan emosional dari suatu masyarakat.

Salah satu dampak yang sangat signifikan dari krisis global dan pengaruh kompetisi dalam suatu masyarakat adalah ketidaktenangan jiwa setiap individu.Krisis global yang menyebabkan banyak masyarakat terpuruk dan mengakibatkan gangguan psikologi yang mempengaruhi kehidupan spiritual dan kecerdasan emosional setiap individu, serta kompetisi yang berlangsung begitu ketat mengakibatkan hal yang serupa dengan pengaruh krisis global yang terjadi.

Bagi kalangan yang tidak mampu, maka kemiskinan dan pengangguran menjadi faktor pendorong substansi tasawuf diterapkan di dalam kehidupan mereka. Sedangkan bagi kalangan yang cukup mampu, maka berkompetisi dengan cara yang sehat dan ingin mendapatkan ketenangan jiwa serta kehidupan yang normal menjadi faktor pendorong substansi tasawuf diterapkan di dalam kehidupan mereka.

Sebagai contoh, seorang pengusaha yang berkompetisi dengan kompetitornya akan mendapatkan tekanan psikologi di saat kompetitornya mengalahkannya. Maka di saat seperti inilah substansi dari tasawuf menjadi penting di dalam kehidupan seorang pengusaha tersebut.Sabar menjadi kata kunci dari sebuah kekalahan berkompetisi.Sabar merupakan salah satu ajaran dari tasawuf yang menekankan kepada menahan emosi untuk berbuat sesuatu hal yang berlebihan.

Contoh lain, seorang miskin di dalamkehidupan modern, akan merasa dirinya tidak berguna karena tidak dapat memperoleh kesenangan dan kemajuan di zaman yang penuh dengan kompetisi. Maka dari itu, substansi tasawuf dalam contoh ini adalah merasa cukup atau puas.Jika seorang miskin sudah merasa cukup, maka dia tidak lagi memikirkan hal-hal yang berlebihan di luar jangkauan mereka.


BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Dari beberapa keterangan di atas dapat di simpulkan bahwa sumber sumber tasawuf dalam islam dapat di lihat dari Al-Qur’an, Hadits Nabi, perbuatan Nabi dan pandangan hidup serta praktek hidup dari sahabat-sahabat dan orang-orang Ulama dalam Islam. Al-Qur’an merupakan kitab Allah SWT yang di dalamnya terkandung muatan muatan ajaran Islam, baik akidah, syariah maupun muamalah. Hadits adalah segala perkataan (sabda), perbuatan dan ketetapan dan persetujuan dari Nabi Muhammad SAW yang dijadikan ketetapan ataupun hukum dalam agama Islam. Hadits dijadikan sumber hukum dalam agama Islam selain Al-Qur'an, Ijma dan Qiyas, dimana dalam hal ini, kedudukan hadits merupakan sumber hukum kedua setelah Al-Qur'an. Tasawuf yang sering kita temui dalam khazanah dunia islam, dari segi sumber perkembangannya, ternyata muncullah pro dan kontra, baik dikalangan muslim maupun dikalangan non muslim.

Dilihat dari referensi yang kami temukan, bahwa ajaran tasawuf tidak hanya bersumber dari sumber keIslaman saja, namun dipengaruhi juga oleh ajaran luar Islam, antara lain ajaran Agama Hindu Budha, Agama Persia-Arab, ajaran Agama Masehi, Pemikiran filsafat Yunani. Akhlak tasawuf menganjurkan umat manusia untuk memilih jalan tengah (antara optimis dan pesimis) agar tidak tertinggal dan masih menerapkan sistem yang lama dianut kebenarannya.Akhlak tasawuf juga hadir sebagai sarana dalam mengentaskan masalah-masalah yang timbul dalam dunia modern.contoh beberapa masalah tersebut adalah stess, kehilangan harga diri, masa depan dan lain-lain. Ini semua akan teratasi dengan baik asalkan manusia mampu dan mau menerapkan akhlak tasawuf dalam kehidupannya.

B. Saran
Di sarankan kepada pembaca, supaya lebih memahami tentangsejarah perkembangan tasawuf agar lebih baik mencari referensi lain selain makalah ini. Karena makalah ini jauh dari kata Sempurna untuk di jadikan sebuah buku pedoman dalam system pembelajaran.Dan penulis mengharapkan saran dan kritik dari bapak dosen untuk perbaikan makalah ini.


DAFTAR PUSTAKA
Hamka, Tasauf Perkembangan Dan Pemurniaanya, (Jakarta: Pustaka Panjimas, 1993),
Abi Nashr as-Siraj Ath-Thusi,Al-Luma’,Ditahqiq oleh Abdul Halim Mahmud dan Thaha Abd Baqi Surur, Mesir:Dar Al-Kutub Al-Haditsah dan Maktabah Al-Mutsana Baghdad, 2960,
http://islamic.net63.net/pendahuluan/pengertian_hadits.htm, Desember 2014. 7:40 PM
http://www.scribd.com/doc/97144411/Sumber-Tasawuf-Dalam-Islam, Desember 2014. 10: 44 PM
Anwar, Rosihin Anwar, akhlak tasawuf (Bandung:Pustaka Setia,2010)
H.R. Bukhari, No Hadist 6021
Abu Al-Wafa’ Al-Ghanimi At-Taftazani, Madkhal Ila at-Tashawuf Al-Islam, ter. Ahmad rofi’ ‘Utsmani, “Sufi dari Zaman ke Zaman”, Pustaka, Bandung, 1985,
Abdul Qadir Al-Jaelani, Koreksi terhadap ajaran Tasawuf,Gema Insani Press, Jakarta, 1996,
Muhammad Ghalab, At-Tashawwuf al-Maqarin, Maktabah An-Nahdlah, Mesir, t.t.,
A. Nicholson, Reynoldv A. Nicholson, The Mystics of Islam, terj A. Munir Budiman, “Tasawuf Menguak Cinta Ilahi”, Raja Grafindo. Jakarta, 1993.
A.Nicholoson, Reynold, The Mystic of Islam, trans. A.Nashir Pudiman,“tasawuf Menguat Cinta Ilahi”, RajaGrafindo. Jakarta, 1993
Syarf, Muhammad Yasir, Harakat At-Tashawwuf Al-Islam, damsyik, Al-Hai’at Al-Mishariyyah Al-Amanah Li Al-Kitab, 1986
Nasr, Husein. 1985. Tasawuf Dulu dan Sekarang. Jakarta: Pustaka Firdaus,
Nata, Abuddin. 1997. Akhlak Tasawuf. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada.

Footnoote [1]Hamka, Tasauf Perkembangan Dan Pemurniaanya, (Jakarta: Pustaka Panjimas, 1993), hal.36
[2]Abi Nashr as-Siraj Ath-Thusi,Al-Luma’, Ditahqiq oleh Abdul Halim Mahmud dan Thaha Abd Baqi Surur,Mesir:Dar Al-Kutub Al-Haditsah dan Maktabah Al-Mutsana Baghdad, hal.6
[3]http://www.scribd.com/doc/97144411/Sumber-Tasawuf-Dalam-Islam, Desember , 2014. 10: 44 PM
[4]http://islamic.net63.net/pendahuluan/pengertian_hadits.htm, Desember 2014. 7:40 PM
[5]Rosihin Anwar, akhlak tasawuf (Bandung:Pustaka Setia,2010) hal. 159
[6]H.R. Bukhari, No Hadist 6021
[7]Abu Al-Wafa’ Al-Ghanimi At-Taftazani, Madkhal Ila at-Tashawuf Al-Islam, ter. Ahmad rofi’ ‘Utsmani, “Sufi dari Zaman ke Zaman”, Pustaka, Bandung, 1985, hal. 22-34
[8]Abdul Qadir Al-Jaelani, Koreksi terhadap ajaran Tasawuf, Gema Insani Press, Jakarta, 1996, hal. 17
[9]Muhammad Ghalab, At-Tashawwuf al-Maqarin,Maktabah An-Nahdlah, Mesir, t.t., hal.42; Zaelani, op. cit., hal. 25
[10]Usman.Said.Ibid. hal.26
[11]ReynoldvA. Nicholson, The Mystics of Islam, terj A. Munir Budiman, “Tasawuf Menguak Cinta Ilahi”, Raja Grafindo. Jakarta, 1993.hal. 16
[12]Nasution, Ibid
[13]Said. Op. cit. hal.27-28
[14]Reynold A.Nicholoson, The Mystic of Islam, trans. A.Nashir Pudiman, “tasawuf Menguat Cinta Ilahi”, RajaGrafindo. Jakarta, 1993, hal. 16.
[15]Muhammad Yasir Syarf, Harakat At-Tashawwuf Al-Islam, damsyik, Al-Hai’at Al-Mishariyyah Al-Amanah Li Al-Kitab, 1986, hal.4
[16]Nasr, Husein. 1985. Tasawuf Dulu dan Sekarang. Jakarta: Pustaka Firdaus, hal.
[17]Nata, Abuddin. 1997. Akhlak Tasawuf. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada. Hal. 56


Blog, Updated at: 8:17:00 AM

0 komentar:

Post a Comment

Popular Posts

Flag Counter
“Jika kalian berbuat baik, sesungguhnya kalian berbuat baik bagi diri kalian sendiri” (QS. Al-Isra:7)

FOLLOW DAPATKAN UPDATE

Download Lainnya

close